Peduli Korban Pencabulan, Ketua DPRD Kabupaten Semarang: Semua Dinas Perhatikan Kebutuhan Korban 

    Peduli Korban Pencabulan, Ketua DPRD Kabupaten Semarang: Semua Dinas Perhatikan Kebutuhan Korban 
    Kegiatan Audensi Kasus Pencabulan Di Gedung Aspirasi DPRD Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

    SEMARANG - Tingkat kepedulian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Semarang sebagai wakil rakyat melihat kondisi korban pencabulan seorang anak dibawah umur warga Dusun Segeni RT.05 RW.01 Desa Pagersari, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

    Keluarga korban pencabulan dalam mencari keadilan meminta aspirasi DPRD Kabupaten Semarang dengan permohonan audensi yang diterima langsung oleh Bapak Bondan Marutohening, selaku Ketua DPRD Kabupaten Semarang beserta jajaran, bertempat di Gedung Aspirasi DPRD Kabupaten Semarang, Kamis (27/04/2023) pukul 10.00 WIB.

    Dalam audensi tersebut pihak DPRD Kabupaten Semarang memanggil semua pihak yang terkait dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang juga korbannya dibawah umur.

    Para pihak-pihak terkait yang dipanggil dalam audensi diantaranya, PPA Polres Semarang yang dihadiri oleh Kasatreskrim, KBO dan dua penyidik PPA, Kepala Rehabilitasi Antasena Kabupaten Magelang, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kab Semarang, Dinas DP3A2KB, Kepala Desa Pagersari, RW 01 Kp Segeni, Kadus dan Ketua RT 05 tempat di mana korban dan pelaku tinggal. 

    Hadir pula dari keluarga korban pencabulan, dan Kuasa Hukumnya dikawal Pimpinan Redaksi Asep NS dan Wakil Pimpinan Umum Agus Purnomo didampingi Wartawan Nasional Dede Cucu dan rekan Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Agung W yang juga sebagai Direktur PT journalist Indonesiasatu Semarang.

    Diketahui dalam undangan audensi terdapat dari pihak keluarga pelaku, dan Bapas. Hanya saja, ketika audisi sangat disayangkan pihak keluarga pelaku dan Bapas tidak hadir.

    Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bondan Marutohening membuka acara dengan menyampaikan, forum ini adalah forum diskusi dan bukan forum debat. Dikarenakan sudah ingkrah menurut pihak Kepolisian yang sudah dengan adanya surat penetapan. 

    "Kami tidak akan mencampuri urusan hukum. Akan tetapi untuk bagaimana caranya agar kasus ini tidak terus membesar dan bagaimana caranya korban mendapatkan perhatian sesuai dengan trauma healing yang harus diterima, " tandas Bondan Marutohening kepada semua yang hadir dalam forum aspirasi.

    "Kami harapkan agar semua dinas dapat memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan korban. Apabila memang korban masih harus mendapatkan asesment untuk pemulihan trauma healingnya, " imbuh Ketua DPRD Kabupaten Semarang.

    Dikesempatan itu, Kasatreskrim Polres Semarang AKP Kresnawan, SH, MH menjelaskan, pihaknya sudah melakukan tugas selaku penegak hukum, sesuai dengan UUSPA No 11 Tahun 2012 Pasal 21 ayat (1) yang mana dalam kasus itu, tidak perlu diadakannya mediasi atau diversi.

    "Kami bersama semua pihak telah mengajukan penetapan kepada Pengadilan Negeri Semarang dan dikabulkan sehingga pelaku sudah direhabilitasi di Antasena Magelang, " jelas Kasat Reskrim Polres Semarang.

    Ia menambahkan, keluarga korban tidak mengetahui terkait dengan penetapan dikarenakan pada 11 Oktober 2022 silam, pihak korban memang diundang untuk menghadiri undangan dari Polres Semarang, dengan tema undangan "Pemberitahuan Penanganan Perkara" tidak ada mediasi ataupun diversi.

    "Kami sudah mengajukan permohonan restitusi dan kompensasi yang diajukan pihak korban akan tetapi tidak dikabulkan oleh pihak LPSK, " pungkas AKP Kresnawan.

    Dalam keterangan dari pihak keluarga korban merasa tidak pernah ada pemberitahuan baik itu pengajuan restitusi dan kompensasi yang dilakukan oleh PPA Polres Semarang kepada LPSK, ataupun penolakannya.

    Sementara itu, Kepala Rehabilitasi Antasena Magelang, Drs Agung S, M.Si mengatakan, pihaknya hanya menerima titipan pelaku yang dititipkan bersamaan dengan surat penetapan.

    "Selama ini pelaku sudah bisa mengikuti program yang kami berikan selama berada ditempat kami, " kata Agung.

    Plt Kepala Dinas Sosial Suratno menjelaskan, pihaknya melalui peksosnya telah melakukan tindakan sesuai dengan tupoksinya.

    "Kami sudah membawa korban didampingi dengan dinas lainnya untuk kepentingan asesment trauma healing, " jelasnya.

    Suratno menambahkan terkait memasukkan data keluarga korban ke data DTSK. 

    "Kami sudah mencobanya, akan tetapi kembali kepada sistem yang berlaku, dan diharapkan keluarga korban agar dapat bersabar, " imbuh Suratno.

    Plt Kepala Dinsos juga mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan TKSK Kecamatan Bergas untuk jemput bola dan meminta data dari keluarga korban serta akan mendaftarkannya.

    "Akan tetapi semua itu ada dikewenangan TKSK. Kami tidak bisa mengintervensinya, " ungkap Suratno, Plt Kepala Dinsos Kabupaten Semarang.

    Dinas DP3APKB Dra Dewi Pramuningsih, M.Pd mengatakan, pihaknya telah dua kali membawa korban untuk mendapatkan asesment trauma healing. 

    "Pertama ke RS Kensaras dan RS Ungaran, akan tetapi dikarenakan mendekati bulan suci Ramadhan. Maka kami hentikan sementara, " kata Dewi Pramuningsih.

    Keterangan keluarga korban pada saat dihantar ke RS Ungaran sewaktu asesment trauma healing yang kedua. 

    "Tidak mendapatkan penjelasan apapun terkait diberhentikannya. Hanya dijanjikan satu Minggu setelahnya akan tetapi tidak ada kabar lagi dari pihak DP3AP2KB, " ungkap Nur kepala awak media ketika ditemui.

    Kepala Desa Pagersari Rusdiyono mengungkapkan, sangat prihatin dengan adanya kasus itu, dan selalu mengikuti perkembangan kasusnya.

    "Kami pernah mengadakan mediasi diversi di kantor desa yang dihadiri oleh pihak keluarga korban, keluarga pelaku, Bhabinkamtibmas, Babinsa dan perangkat desa. Tetapi tidak ada kesepakatan, " ungkap Rusdiyono.

    "Sempat dilakukan mediasi diversi yang dilaksanakan di Polres Semarang yang dihadiri oleh semua pihak, " imbuhnya.

    Jika dirunut dalam kronologi, team liputan terus mengawal pemberitaan kasus ini, pertemuan mediasi yang dilakukan di Kantor Desa Pagersari atas dasar permohonan dari pihak awak media melalui bhabinkamtibmas Fictor Moko.

    "Yang ada adalah undangan terkait pemberitahuan penanganan perkara hingga keluarga korban meninggalkan acara tersebut dikarenakan merasa pusing dan tidak nyaman".

    Ketua RW 01 Kp Segeni Desa Pagersari Khoerun mengatakan, keterikatan dengan keluarga pelaku dan keluarga korban, pantas jika kakek dari pelaku marah dikarenakan kasus kecil kok terus-terusan dibesar-besarkan. 

    "Menurut saya ini bukan kasus persetubuhan akan tetapi pelecehan, " tandas Khoerun.

    Dikesempatan, Kuasa Hukum korban LBH Parikuning Mubarok, SH mengatakan, pihaknya tetap akan mencari keadilan diluar forum.

    "Kami mengacu kepada UUSPA dan PP 65 Tahun 2015. Yang mana dalam kasus ini, harus diadakan diversi. Kami akan meminta untuk mediasi ulang, " katanya Mubarok kepada awak media melalui jaringan wetsap.

    Rofiah dan Nurhidayah selaku orangtua dari kedua korban mengatakan dengan Isak tangis bahwa anak-anak nya sudah tidak mau untuk bersekolah di kampungnya, dan menginginkan pindah rumah dikarenakan merasa malu dan merasa tidak nyaman.

    "Anak sudah tidak mau sekolah, dan sekarang kami kost di Karangjati, Kecamatan Bergas agak jauh dari Desa Pagersari, " ungkap Rofiah sambil Isak tangis ketika menyampaikan di dalam audensi di DPRD Kabupaten Semarang.

    "Anak juga sampai saat ini, masih merasakan sakit pada organ intimnya, dan mendapatkan bullying pada saat di Sekolah sebelumnya, " imbuh Rofiah.

    Agus Purnomo bagian perwakilan dari keluarga korban pencabulan mengatakan, dalam kasus ini, pelaku rasa korban dan begitupun sebaliknya. Pelaku begitu mendapatkan perhatian yang spesial atau khusus, dengan sudah ditempatkan di Antasena Magelang. 

    "Lalu untuk korban apa..!!!?, " tegas Agus.

    "Korban sudah sangat mendapatkan sanksi sosial yang sangat hebat. Sehingga bisa didengar tadi dari kedua orang tua korban bahwa korban sudah tidak mau untuk tinggal di rumahnya ataupun lingkungan dikarenakan mendapatkan bullying, " tegas Agus.

    Agus berharapan korban mendapatkan rasa keadilan agar pemerintah terkait lebih memperhatikan hak dari korban. Terutama ortu dari pelaku bertanggung jawab memberikan denda atas perbuatan yang dilakukan pelaku kepada korban. 

    Ia juga menambahkan, pihak keluarga korban tidak ada permohonan maaf dari orang tua pelaku, sampai sekarang belum terealisasi. Ini yang nantinya membikin image bahwa perbuatan pidana yang dilakukan anak dibawah umur adalah suatu hal biasa karena tidak ada sanksi sosial, terlebih status pihak korban orang tidak mampu.

    "Undang-Undang yang membuat pemerintah sudah semestinya, pemerintah bertanggung jawab untuk meeperhatikan kepentingan korban dalam mendapatkan rasa keadilan, " pungkas Agus ketika diberikan waktu untuk berbicara di dalam audensi.

    Asep NS selaku perwakilan dari keluarga korban pencabulan menanggapi penyampaian Ketua RW.01 Khoerun, pihaknya paham dalam menerjemahkan kemana dan apa yang disampaikan oleh bapak RW, apabila kasus itu, tidak dikawal terus dengan pemberitaan, lalu sampai kapan kedua korban mendapatkan keadilan.

    "Apabila hal ini terjadi kepada anak dari bapak-bapak dan Ibu-ibu yang hadir disini, apa yang akan dirasakan?. Apa yang diharapkan, mungkin bisa sama dengan apa yang saat ini dirasakan oleh keluarga korban, " ungkap Asep.

    Pasca audensi selesai, Asep NS ketika ditemui awak media menyampaikan, apa yang disampaikan oleh Ketua DPRD yang memimpin jalannya forum, pihaknya bisa saja selaku tupoksinya sebagai media mempertanyakan atas penyampaian-penyampaian yang telah disampaikan dari berbagai pihak, dan menagih janji-janji dari mereka-mereka yang hadir.

    "Kami memiliki rekaman-rekaman atas janji-janji mereka, dan kami pun tidak akan pernah berhenti mengawal kasus ini dengan publikasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, " pungkasnya.

    Pantauan dilokasi setelah adanya audensi di ruang aspirasi Gedung DPRD Kabupaten Semarang, beberapa perwakilan untuk mengikuti pertemuan terbatas di ruang Ketua DPRD.

    "Semua pihak untuk melanjutkan terkait asesment trauma healing sampai tuntas. Kepala Desa Pagersari agar memperhatikan lingkungannya agar tidak adanya bullying kepada keluarga korban atau korban sendiri. Biaya pendidikan untuk korban sementara dibantu pihak-pihak yang terkait dibawah pengawasan DPRD Kabupaten Semarang, " tegas Ketua DPRD Kabupaten Semarang.

    Team liputan

    semarang jateng korban pencabulan dprd kabupaten semarang
    Agung widodo

    Agung widodo

    Artikel Sebelumnya

    Bentuk Satgas Anti Mafia Tanah, Kejari Kabupaten...

    Berita terkait